Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

3 MOTIVASI ORANG BERIBADAH

Disarikan oleh : Mahsun, S.Pd.I



Beribadah atau lebih tepatnya mengabdi kepada Allah adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Hal ini selaras dengan perintah yang tertuang dalam Al-Qur’an bahwa manusia dan jin diciptakan untuk tujuan mengabdi kepada-Nya

Artinya : “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku ” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Meskipun hal ini, baik kita mau beribadah atau durhaka sesungguhnya sama sekali tidak mempengaruhi sedikit pun keagungan Alloh SWT. Karena beribadah merupakan kebutuhan pribadi manusia masing-masing. Ada 3 bentuk motivasi yang mendorong manusia untuk beribadah. Sebagaimana Syaikh Nawawi Al-Bantani menuliskan dalam Karyanya dalam Kitab Nashoihul ‘Ibad, Hal : 56 Beliau menukil Apa yang disampaikan Sahabat Abu Bakar As-Shidiq.

الْعُبَّادُ ثَلاَثَةُ أَصْنَافٍ : صِنْفٌ يَعْبُدُوْنَ اللَّه عَلَى سَبِيْل الْخَوْفِ, وَصِنْفٌ يَعْبُدُوْنَ اللَّهَ عَلَى سَبِيْلِ الرَّجاءِ , وَصِنْفٌ يَعْبُدُوْنَ اللَّهَ عَلَى سَبِيْلِ الْحُبِّ

Orang yang menyembah atau berbakti kepada Alloh SWT ada tiga bentuk :
1. Orang yang menyembah Alloh karena takut (Adzab-Nya);
2. Orang yang menyembah Alloh karena mengharap Rahmat-Nya;
3. Orang yang menyembah Alloh karena Cinta kepada-Nya.

Pertama; Orang yang menyembah Alloh karena takut (Adzab-Nya), ciri-ciri orang yang pertama ini adalah ia mempunyai sifat tawadhu (merendahkan diri), menganggap bahwa semua kebajikan yang ia lakukan belum seimbang dengan nikmat yang Alloh berikan kepadanya. Ia bahkan menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan lebih banyak dari kebaikan yang ia lakukan. Intiya motivasi yang pertama ini adalah seorang hamba menjalankan ibadah kepada Allah karena dibayang-bayangi ancaman akan siksaan api neraka bak seorang buruh yang takut majikannya, ia menunaikan tugas dalam rangka menghindari penderitaan di kehidupan kelak.

Kedua; Orang yang menyembah Alloh karena mengharap Rahmat-Nya, Ciri-ciri orang kedua ii diantaranya selalu ingin berpenampilan baik dalam semua tindakan, bersifat pemurah kepada semua orang baik dengan hartaya, dirinya atau lainya. Ia juga selalu berprasangka baik kepada sesama manusia. Segenap ibadah di dunia pun menjadi semacam modal dan aktivitas perniagaan, dengan kenikmatan surgawi sebagai laba yang diidam-idamkan. Logikanya, siapa yang berinvestasi maka akan menuai hasilnya. Siapa yang menanam, akan memanen.

Ketiga; Orang yang menyembah Alloh karena Cinta kepada-Nya. Ciri-ciri orang yang ketiga diantaranya rela berkorban dalam bentuk apa saja, memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan senantiasa bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Alloh SWT. yang menonjol dalam ibadah mereka adalah keikhlasan yang mendalam. Bukan kenikmatan surgawi yang ia buru. Ia juga tidak risau kalaupun harus ditempatkan di neraka. Bahkan orang-orang seperti ini umumnya merasa tidak layak menerima ganjaran surgawi lantaran rasa fakirnya di hadapan keagungan Allah subhanahu wata’ala. Sebab yang paling penting bagi mereka adalah menunaikan ibadah sebagai sebuah keharusan, urusan ditempatkan di mana saja adalah hak prerogatif Allah. Allah memiliki kekuasaan penuh atas keputusan untuk hamba-Nya yang dla’if itu.

Tipe yang terakhir ini mengingatkan kita kepada kisah seorang ulama sufi kenamaan Fudlail ibn ‘Iyadl. Dalam kitab Raudlatuz Zâhidîn ‘Abdul-Malik ‘Alî al-Kalib diceritakan, suatu hari ia berkata, “Seandainya saya diminta memilih antara dua hal, yakni dibangkitkan lalu dimasukkan surga atau tidak dibangkitkan sama sekali, saya memilih yang kedua.” (Baca: Malu Masuk Surga) Fudlail malu. Ia merasa tak pantas menerima ganjaran pahala seandainya ia memang mendapatkannya. Tentu beliau bukan sedang ingkar terhadap surga dan kebahagiaan di dalamnya. Gejolak jiwanya lah yang mendorongnya bersikap semacam itu. Kecintaan Fudlail yang memuncak kepada Tuhannya menghilangkan angan-angan akan pamrih apa pun. Kebaikan yang ia lakukan tak ada bandingnya dengan anugerah-Nya yang melimpah. Bahkan kesanggupannya berbuat baik sesungguhnya adalah secuil dari anugerah itu sendiri. Suatu hari seorang laki-laki datang dan bertanya kepada Fudlail ibn ‘Iyâdl, “Wahai Abu Ali, kapan seseorang mencapai tingkat tertinggi cinta kepada Allah ta’ala?” “Ketika bagimu sama saja: Allah memberi ataupun tidak. Saat itulah kau di puncak rasa cinta,” jawab Fudlail. Sebagaimana manusia, surga dan neraka adalah makhluk. Fudlail berpandangan, Allah adalah hakikat tujuan hidup. Hal ini tercermin dalam tafsirnya terhadap kalimat “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn”. Kita semua hamba Allah, dan kepada-Nya pula kita kembali. Kehambaan yang total membuahkan kesadaran bahwa diri ini tergadai hanya untuk memenuhi permintaan Sang Tuan. Tulus murni tanpa berharap imbalan sedikit pun.

Ketiga motivasi tersebut tentu tidak ada yang salah karena seluruhnya mendapat pembenaran dalam Al-Qur’an. Hanya saja, motivasi terakhir adalah motivasi yang paling menunjukkan kedewasaan seseorang sebagai hamba. Ia tak terlalu disibukkan dengan iming-iming kelezatan atau ancaman penderitaan layaknya kanak-kanak saat mematuhi perintah atau larangan orang tuanya.

Semoga kita senantiasa dikarunia Allah petunjuk sehingga kita bisa terus meningkatkan kualitas ibadah kepada-Nya. Pencapaian tertinggi tentu butuh kerja keras, karenanya kita berdoa semoga kita bukan termasuk orang-orang malas belajar dan berusaha.

__________________________ //_________________________
Daftar Pustaka :
* Terjemah Nashoihul ‘Ibad, Syeikh An-Nawawi Al-Bantani, Mutiara Ilmu
* Website : https://islam.nu.or.id/

Posting Komentar untuk "3 MOTIVASI ORANG BERIBADAH"